Saturday 6 July 2013

Bab: Bencana yang Menimpa Hati dan Akibatnya

( 1990 ) Diriwayatkan dari Hudzaifah r.a.: Kami pernah berada di sisi 'Umar, lalu dia berkata, "Siapakah di antara kalian yang mendengar sabda Rasulullah SAW. tentang macam-macam bencana (fitan)?" Sebagian orang berkata, "Kami mendengarnya." Kata 'Umar, "Barang kali yang kamu maksudkan itu fitnah (cobaan) seseorang tentang keluarganya, hartanya, dan tetangganya?" Jawab mereka, "Ya." Kata 'Umar, "Cobaan itu dapat ditebus oleh pahala shalat, puasa dan sedekah (zakat). Akan tetapi, siapa di antara kalian yang mendengar sabda Rasulullah SAW. tentang fitnah  (bencana) yang bergelombang, sebagaimana gelombang lautan?" Orang-orang semua diam, tidak ada yang menyahut. Lalu aku mengatakan, "Aku mendengarnya." Kata 'Umar, "Semoga Allah menyayangi ayahmu." Aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda, "Bencana akan dibentangkan sedikit demi sedikit. Oleh kerana itu, hati yang mana pun yang diresapinya akan mendapatkan suatu titik noda hitam. Dan hati yang mana pun yang menolaknya akan mendapatkan titik terang putih sehingga menjadi dua macam hati. Pertama, putih bersih seperti batu yang licin sehingga tak dapat ditimpa bahaya bencana sepanjang masa.  Kedua, hitam kelabu seperti kendi tertelungkup kosong, tidak berisi. Ia hanya mengikuti hawa nafsunya, tidak tahu apakah itu perkara kebaikan atau kemungkaran." Aku juga menceritakan hadis kepadanya bahawa antara dia dan bencana itu terdapat suatu pintu yang terkunci rapat, hampir terpecahkan. Kata 'Umar, "Pecahkan pintu itu, semoga engkau tidak mempunyai ayah (pembela)? Kalau pintu itu hanya terbuka, barangkali dapat dikembalikan? Jawabku, "Pintu itu pecah, bukan terbuka." Aku ceritakan pula kepadanya bahawa pintu itu maksudnya adalah seorang laki-laki yang terbunuh, atau meninggal." Hadis itu bukan sisipan pengarang, tetapi benar-benar dari Rasulullah SAW. Kata Abu Khalid, "Aku bertanya kepada Sa'id, 'Wahai Abu Malik, apakah maksudnya 'Aswad Murbaddan'?' Dia menjawab, 'Putih merah dalam hitam.' Aku bertanya lagi 'Apakah maksudnya kendi 'mujakhkhiyan'?' Jawabnya, 'Tertelungkup."' (1: 89 - 90 - S.M.)